Pesantren
merupakan lembaga pendidikan yang melakukan pembelajaran Islam sejak awal masuknya agama Islam di Indonesia.
Diketahui bahwa banyak pesantren di Jawa dan Madura semula didirikan di wilayah pedesaan.
Selanjutnya di wilayah-wilayah Indonesia yang lain juga banyak didirikan
pesantren seperti di Sumatra Barat yang dikenal dengan surau dan di Aceh disebut dayah.
Pesantren
sebagai suatu lembaga pendidikan tradisional yang terus berkembang menjadi
suatu lembaga pendidikian yang menyesuaikan dengan kebutuhan jaman, menunjukkan
bahwa peran pesantren sangat besar dalam kehidupan masyarakat . Salah satu
keunikan dari pendidikan pesantren adalah bahwa murid atau yang lebih populer
disebut santri belajar dan tinggal dalam asrama atau pondok yang disediakan
oleh pesantren. Dengan demikian sebutan pondok pesantren atau pondok menjadi
sangat populer. Masyarakat sering mengartikan istilah pondok identik dengan
pesantren itu sendiri. Semula pesantren-pesantren di Indonesia hanya menerima
santri putra saja untuk belajar agama, tetapi pada perkembangan selanjutnya ada
kebutuhan dari masyarakat untuk memberikan pendidikan agama yang memadai bagi
putri-putri mereka, sehingga saat ini banyak pondok pesantren yang mendidik
santri putra dan santri putri.
Sebagai
suatu lembaga pendidikan Islam, di dalam lingkungan pesantren ada beberapa pihak
yang sangat berperan dalam dinamika kehidupan pesantren dan kehidupan masyarakat.
Pihak-pihak tersebut adalah :
·
Kyai
sebagai tokoh sentral mempunyai peran penting dalam lingkungan dan dinamika
pesantren serta dinamika masyarakat. Selain sebagai pemimpin pesantren, Kyai
mempunyai tugas utama sebagai guru dan pembimbing spiritual serta mempunyai
kelebihan lain seperti dapat menyembuhkan penyakit, meramal, menguasai ilmu
bela diri dan mempunyai kekuatan supra natural. Secara umum Kyai juga dipandang
sebagai ulama karena Kyai dianggap menguasai ilmu agama secara mendalam dan mempunyai pengetahuan
yang luas tentang Islam, walaupun pada kenyataannya pengetahuan mereka tentang
agama dan Islam sangat beragam. Ada beberapa Kyai memang mempunyai pengetahuan
yang luas dan mendalam tentang agama Islam tetapi tidak sedikit pula yang
mempunyai pengetahuan terbatas dan hanya mengandalkan pada kewibawaan pribadi
dan kewibawaan keluarga serta kekuatan supra natural yang dimilikinya.
Kyai juga merupakan suatu
bentuk elit tersendiri dalam bidang sosial-ekonomi, karena biasanya Kyai
merupakan tokoh yang dari segi finansial cukup kuat dan mempunyai hubungan
dengan tokoh-tokoh serta pengusaha muslim yang kaya. Hal ini dapat dipahami
karena untuk membiayai kegiatan pesantren diberlukan dana yang sangat besar.
·
Nyai
adalah sebutan untuk istri Kyai. Peran Nyai juga sangat besar dalam dinamika
pesantren karena peran mereka dalam mendidik dan membimbing para santri putri.
Mereka juga merupakan kepanjangan tangan Kyai dalam pengelolaan pesantren, baik
dalam hal pengajaran maupun dalam manajemen. Para Nyai sebagaian besar juga
berperan sebagai guru atau Ustadzah
bagi para santri putri. Layaknya sebagai suatu keluarga di Pondok Pesantren
Nyai juga berperan sebagai ibu bagi para santri yang jauh dari orang tua.
·
Ustadz/Ustadzah
adalah para guru yang mengajar para santri di madrasah. Pada umumnya ustadz
dapat mengajar santri putra maupun
santri putri. Hal ini berbeda dengan para ustadzah yang hanya diperbolehkan
mengajar dan membimbing santri putri saja. Ustadz maupun ustadzah dapat berasal
dari keluarga Kyai yaitu putra-putri Kyai atau para santri dari kelas teratas
maupun dari lingkungan masyarakat umum.
·
Santri
adalah murid/siswa yang belajar di pesantren. Santri terdiri dari santri putra
dan santri putri, yang berstatus sebagai santri mukim atau santri kalong.
Santri mukim yaitu santri yang belajar dan menetap atau mondok di pesantren dan
santri kalong yaitu santri yang belajar di pesantren tetapi tidak
menetap/tinggal di pondok pesantren. Pada umumnya pesantren-pesantren
memisahkan pondok dan kelas untuk santri putra dengan santri putri.
Santri-santri yang belajar di pesantren berasal dari berbagai daerah di seluruh
Indonesia, bahkan ada pesantren yang santrinya berasal dari luar Indonesia dan
dari berbagai tingkat sosial.
Pesantren-pesantren di
Indonesia saat ini dikelompokkan oleh Depertemen Agama menjadi 4 jenis, yaitu :
1.
Pesantren
jenis A, yaitu pesantren tradisional yang mempunyai ciri para santrinya tinggal
dan menetap di pondok, dalam pengajaran tidak digunakan kurikulum yang pasti serta
masih menggunakan metode mengajar sorogan
(belajar perorangan) dan bandongan
(belajar bersama-sama). Peran Kyai sangat besar dan mempunyai wewenang penuh
dalam proses belajar mengajar. Pelajaran yang diberikan meliputi
pelajaran agama dan bahasa Arab.
2.
Pesantren jenis B, yaitu pesantren yang memberikan
pendidikan agama secara tradisional dan memberikan pelajaran umum berdasararkan
kurikulum yang disusun sendiri atau kurikulum dari Departemen Agama.
3.
Pesantren jenis C, yaitu pesantren yang memberikan
pendidikan agama secara tradisional dan
pendidikan sekolah umum mulai tingkat SD, SLTP , SMU secara modern dengan
pengelolaan Departemen Pendidikan Nasional.
4.
Pesantren jenis D, yaitu pesantren tradisional atau
pesantren jenis A yang berlokasi di kota-kota, dengan memberikan penginapan dan
pemondokan bagi siswa yang belajar di madrasah atau sekolah umum pada pagi hari
dan pengajaran agama diberikan pada malam hari.
Dari uraian tentang pihak-pihak yang ada di lingkungan pesantren serta
jenis-jenis pesantren yang ada di Indonesia pada umumnya dan Jawa khususnya,
maka dapat dikaji bentuk dan pola hubungan sosal di lingkungan pesantren, baik
huhungan antara Kyai /Nyai dengan santri, hubungan antara Ustadz/Ustadzah
dengan santri dan hubungan antara santri dengan santri.
Beberapa pesantren yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah pesantren
yang mendidik santri putri, yaitu Pesantren Putri Al- Musjibiyah Langitan
Widang Tuban Jawa Timur, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an ( PTYQ) Kudus, Pondok
Pesantren Al-Irsyad (Pondok Pesantren
Al-Irsyad Syari’ah & Thoriqoh An Naqsyabandiyyah) Rembang, Pondok
Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, Pondok Pesantren Al-Fadlillah Djagalan
Kaliwungu Kendal, Pondok Pesantren Al-Amien Demak, Pondok Pesantren Al-Hikmah
Benda Sirampog Brebes .
Dari tujuh pondok pesantren yang menjadi bahan studi dapat dibedakan atas
dua jenis yaitu pondok pesantren yang masih bersifat tradisional atau semi
modern dengan pengajaran salaf (pengajaran
Al-Qur’an sepenuhnya) dan pondok pesantren modern yang menggabungkan
pengajaran agama dengan pengetahuan umum dan menggunakan sistim pengajaran
modern. Antara pondok pesantren tradisional/semi modern dan pondok pesantren
modern terdapat pola hubungan sosial
yang berbeda, yang masing- masing hubungan ini mempunyai keunikan sendiri.
Pondok pesantren Putri yang masuk pada kategori pondok pesantren
tradisinal atau semi modern adalah Pondok Pesantren Putri Al Musjibiyah Tuban.
Pondok pesantren ini walaupun fasilitas pembelajarannya cukup modern tetapi
masih memakai metode pembelajaran tradisional. Pondok pesantren putri yang
masuk pada kategori pondok pesantren modern adalah Pondok Pesantren Tahfidh
Yanbu’ul Qur’an Kudus, Pondok Pesantren Al-Hikmah Brebes, Pondok Pesantren
Al-Irsyad Rembang, Pondok Pesantren Al-Amien Demak, Pondok Pesantren
Al-Fadlillah Kendal dan Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang. Keenam pondok
pesantren ini telah memakai sistim pembelajaran modern dengan menggunakan
kelas-kelas dan jadual yang teratur.
Hubungan Sosial di Lingkungan Pondok
Pesantren
Pondok pesantren sebagai suatu wadah pendidikan agama di Indonesia merupakan
suatu komunitas dan masyarakat yang
penuh dinamika. Kehidupan di lingkungan pondok pesantren layaknya kehidupan
dalam suatu keluarga besar, yang seluruh anggotanya atau individu-individu yang
ada di dalamnya harus berperanserta untuk menciptakan keharmonisan dan ketentraman
di lingkungan pondok pesantren.. Santri putri yang belajar di berbagai Pondok
Pesantren berasal dari berbagai daerah, tingkat sosial ekonomi, budaya serta terdiri dari berbagai usia. Dengan
demikian masing-masing individu
diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan dan aktivitas pondok
pesantren tempat mereka menimba ilmu agama.
Dinamika masyarakat pesantren
ini tidak lepas dari pola hubungan sosial yang terjadi antara anggota-anggota
masyarakat pesantren, mulai dari Kyai, Nyai, ustadz, ustasdzah, santri
putra/putri serta masyarakat sekitar lingkungan Pondok Pesantren. Hubungan
sosial merupakan bentuk interaksi soial yang bersifat dinamis, yang menyangkut
hubungan antara individu dengan individu, antara kelompok-kelompok manusia, antara individu
dengan kelompok manusia. Interasi sosial dapat terjalin bila ada kontak sosial
dan komunikasi. Kontak sosial dapat berarti kontak secara fisik maun non fisik, yang dapat memberikan
makna dari hubungan tersebut, seperti makna dari jabatan tangan, senyuman,
pandangan, pelukan, perhatian dan sebagainya. Komunikasi merupakan bentuk
penafsiran dan reaksi seseorang atas perilaku, sikap, pembicaraan, gerak tubuh
dan lain sebagainya untuk menyampaikan suatu maksud.
Secara umum pondok-pondok pesantren
memisahkan pondok (asrama) santri putra dan santri putri. Demikian juga untuk
kegiatan belajar di madrasah, antara santri putra dan santri putri dipisah.
Walaupun demikian beberapa kegiatan di pondok pesantren dilakukan oleh santri
putra dan santri putri secara bersama-sama yang memungkinkan mereka untuk
berhubungan dan berkomunikasi, seperti kegiatan sholat berjama’ah,
pengajian-pengajian umum atau kegiatan bersama untuk memperingati hari-hari
besar Islam dan lain sebagainya.
Adapun bentuk-bentuk hubungan sosial di
lingkungan pondok pesantren dapat kita lihat sebagai berikut :
A. Hubungan Sosial di Lingkungan Pondok Pesantren Tradisional
Di
lingkungan perkotaan di Jawa pada umumnya tidak ada Pondok Pesantren yang
benar-benar tradisional, mulai dari penyediaan fasilitas, sarana maupun metode
dan sistim pengajarannya. Pondok-pondok pesantren di kota-kota Jawa walaupun
ada yang masih menggunakan sistim dan metode pengajaran tradisional biasanya
sudah dikombinasikan dengan mentode dan sistim pengajaran yang lebih modern.
Dari segi sarana dan fasilitas yang digunakan juga sudah lebih modern. Sebutan
pondok pesantren tradisional digunakan hanya untuk membedakan prosentase sistim
dan metode pengajaran yang digunakan di pondok pesantren tersebut. Ciri lain
dari pondok pesantren tradisional adalah
bahwa para santrinya tidak diperbolehkan belajar di tempat lain serta dilihat
dari pola hubungan sosial dan komunikasi antar anggota komunitas Pondok
Pesantren tersebut. Masing-masing pondok pesantren yang masuk kategori pondok pesantren
tradisional mempunyai ciri-ciri dan kekhasan tersendiri sesuai dengan karakter
dan latar belakang pendidikan Kyai pengasuhnya.
Kyai
pengasuh pondok pesantren yang memperoleh pendidikan dari pondok pesantren tradisional yang konservatif
biasanya akan membangun atau membentuk pondok pesantren dengan pola hubungan
sosial dan komunikasi yang terbatas dan tertutup antara anggota-anggota
komunitas pondok pesantren. Walaupun
nilai-nilai ajaran tradisional dan konservatif masih ada yang
dipertahankan, namun nilai-nilai modern yang baik dan konstruktif juga dipakai
sebagai acuan sesuai dengan kaidah
”Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal Akhdul Bil Jadidil Ashlah”
(memelihara budaya-budaya klasik yang baik dan mengambil budaya-budaya baru
yang positif).
Salah satu pondok pesantren
yang diteliti yang termasuk dalam kategori pondok pesantren tradisional, yang
telah menggunakan fasilitas-fasilitas modern adalah Pondok Pesantren Putri Al
Musjibiyah Langitan Widang Tuban.
1.
Hubungan Sosial Antara Santri Putri Dengan
Kyai, Keluarga Kyai dan Nyai
Pada pondok pesantren
tradisional hubungan sosial komunikasi
antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrim sangat tabu dan dibatasi. Biasanya
para santri putri jarang yang melakukan komunikasi dengan Kyai kecuali ada
masalah penting yang harus dibicarakan, seperti masalah pertengkaran antar
teman atau masalah pencurian dan lain sebagainya. Santri putri juga mengalami
kesulitan melakukan komunikasi dengan ibu Nyai yang merupakan kepanjangan
tangan Kyai dalam masalah-masalah intern yang berkaitan dengan santri putri.
Bila akan berkomunikasi dengan ibu Nyai, biasanya harus melalui penghubung
yaitu putri-putri beliau. Kesulitan untuk berkomunikasi dengan Kyai, ibu Nyai
dan keluarga Kyai didasarkan pada hasil wawancara dengan santri putri di Pondok
Pesantren Putri Al Musjibiyah Langitan Widang Tuban Jawa Timur yaitu Iskanah,
Rahayu dan Aini Rohmah.
Kesulitan komunikasi antara
Kyai dengan santri putri secara pribadi disebabkan oleh rasa segan santri putri
untuk menghadap Kyai karena figur Kyai sebagai tokoh sentral yang sangat
kharismatik. Kharisma dan kekuatan spiritual Kyai merupakan kharisma pribadi
atau warisan dari para sesepuh dan leluhurnya. Kekuatan intelektual serta
kekuatan supra natural akan memperkuat
kharisma Kyai. Bagi santri putri yang juga sebagai ustadzah komunikasi dengan
kyai dapat dilakukan lebih mudah untuk membahas masalah pembelajaran dan
pengelolaan pondok pesantren. Kesulitan untuk berkomunikasi dengan Kyai juga
terjadi pada komunikasi dengan keluarga (putra-putri) Kyai.
Komunikasi atau hubungan
antara santri putri dengan Kyai secara intensif hanya terjadi pada proses
pembelajaran maupun acara-acara pengajian dan ceramah yang diberikan oleh Kyai.
Isi dari kajian dan ceramah dipandang sebagai sesuatu hikmah yang harus
dipahami dan dimengerti oleh santri sebagai keinginan, harapan dan tujuan dari
Kyai yang harus dicapai oleh para
santrinya. Dalam pengajian-pengajian dan ceramah yang diberikan oleh Kyai
tampak sekali kedalamam dan keluasan pemikiran dan kkarisma Kyai. Jadi dapat
dikatakan bahwa kurangnya komunikasi personal antara Kyai dengan santri putri
tidak mengurangi rasa hormat dan takhsim
serta kewibawaan Kyai dihadapan para santrinya.
2.
Hubungan Sosial Antara Santri Putri Dengan
Santri Putra
Hubungan dan komunikasi antara
santri putri dengan santri putra di pondok pesantren tradisional sangat sulit
dan dibatasi walaupun ada kegiatan bersama yaitu sholat berjama’ah. Komunikasi
hanya bisa dilakukan oleh santri putri yang berstatus ustadzah dengan santri
putra yang sudah berstatus ustadz. Itupun hanya untuk masalah-masalah yang penting yang berkaitan
dengan kegiatan pengajaran di pondok pesantren.
Walaupun sudah dibuat
peraturan yang membatasi komunikasi dan hubungan sosial antara santri putra dan
putri serta ancaman sanksi bagi yang melanggar, tetapi ada beberapa kasus
pelanggaran yang dilakukan oleh santri putra dan santri putri. Hal ini dapat
difahami karena para santri yang belajar di pondok pesantren adalah santri
remaja yang dalam masa-masa saling tertarik pada lawan jenis. Hubungan cinta
antara santri purta san santri putri biasanya dilakukan melalui surat atau pada
saat mereka pulang ke rumah masing-masing. Bila hubungan cinta atau pacaran
antara santri putra dan santri putri ini diketahui oleh pengurus pesantren,
maka santri mendapat sanksi yaitu santri
bisa digunduli dan dikembalikan kepada orang tua dengan tidak hormat.
Pelanggaran yang disebabkan oleh hubungan cinta antar santri ini jumlahnya
tidak banyak karena beban dari sanksi sosial (rasa malu) ini lebih berat
dibandingkan sanksi fisik .
3.
Hubungan Sosial Antara santri Putri DenganUstadz/Ustadzah
Secara umum ustadz dan
Ustadzah di pondok-pondok pesantren berasal dari lingkungan pondok pesantren dan dari luar pondok pesantren
Hubungan antara santri putri dengan ustadz/ustadzah dari dalam dan dari luar
pondok pesantren agak berbeda. Hubungan antara santri putri dengan Ustadz dari
dalam lingkungan pondok pesantren walaupun hanya sebatas lingkungan madrasah/kelas
dan hanya untuk tujuan membahas mata
pelajaran dan hal-hal penting saja, tetapi sangat luwes dan akrab, karena
beberapa ustadz juga ada yang masih berstatus santri. Hal ini berbeda dengan
hubungan santri putri dengan ustadz yang berasal dari luar lingkungan pondok pesantren
yang terlihat sangat lugas dan berjarak. Demikian juga halnya hubungan antara
santri putri dengan para ustadzah yang berasal dari dalam lingungan pondok
pesantren lebih luwes bila dibandingkan dengan ustadzah yang berasal dari luar
pondok pesantren. Kalau hubungan antara ustadz dan ustadzah dimungkinkan selama
untuk membahas masalah yang terkait dengan proses pembelajaran dan pengelolaan pondok
pesantren. Hubungan antara santri putri dengan ustadzah cukup baik, karena
sebagian ustadzah juga masih berstatus sebagai santri di pondok pesantren
tersebut, sehingga hubungannya lebih akrab karena berstatus teman. Hubungan
antara santri putri dengan ustadzah yang masih berstatus santri tidak hanya
terbatas pada hubungan dan komunikasi di madrasah, tetapi dapat berlanjut di
luar forum tersebut, terutama untuk berkonsultasi masalah-masalah percintaan
dan masalah-masalah pribadi.
4.
Hubungan Sosial Antara Sesama Santri Putri
Santri putri di pondok pesantren
sangat beragam karakter, lingkungan keluarga , status sosial serta usianya.
Dengan demikian diperlukan tenggang rasa yang tinggi agar terjadi keharmonisan
di dalam lingkungan pondok pesantren. Santri putri senior biasanya bertindak
sebagai pembimbing bagi santri-santri putri yang lebih muda. Selain itu karena
pondok pesantren merupakan suatu keluarga besar, maka santri putri yang senior
menempatkan diri sebagai kakak bagi santri-santri putri lain yang usianya lebih
muda. Mereka dapat menjadi tempat untuk mencurahkan isi hati (curhat) bagi
santri-santri putri yunior bila mereka menghadapi masalah. Dengan demikian
hubungan antara sesama santri putri, baik yang usianya sebaya , lebih muda atau
lebih tua terjalin akrab. Salah satu faktor yang menyebabkan terjalinnya
hubungan yang akrab ini adalah karena mereka sama-sama jauh dari orang tua dan
saudara. Pada umumnya dalam kelompok santri putri diangkat seorang “lurah” yang
menjadi koordinator dan berfungsi sebagai pengawas dan penghubung antara santri
putri dengan Kyai/Nyai bila ada masalah yang dihadapi santri putri. Lurah
dipilih melalui suatu pemilihan umum di lingkungan para santri putri dan
dipilih berdasarkan seniortas, tingkat pemahaman ilmu yang sudah tinggi, serta
mempunyai kepribadian dan akhlak yang baik. Untuk lingkup yang lebih kecil,
setiap kamar juga memiliki seorang koordinator kamar yang tugasnya adalah
menjaga ketertiban dan keamanan serta keharmonisan di antara teman-teman
sekamarnya. Bila ada masalah pada teman-teman sekamarnya, maka kordinator kamar harus mengkomunikasikan
serta berkonsultasi dengan lurah. Bila kordinator kamar serta lurah belum dapat
memecahkan dan menyelesaikan masalah tersebut, maka mereka harus berkonsultasi
dengan Kyai atau Nyai.
5.
Hubungan Sosial Antara Santri Putri Dengan
Masyarakat Di Luar Pondok Pesantren Tradisional.
Di pondok pesantren
tradisional santri putri dilarang berkomunikasi dan keluar dari pondok pesantren.
Khusus pada Pondok Pesantren Al
Musjibiyah semua santrinya berstatus santri mukim walaupun ada santri yang
berasal dari daerah sekitar. Selain itu santri dilarang belajar di luar pondok
pesantren . Dengan demikian hubungan sosial antara para santri putri dengan
masyarakat kurang intensif dan santri putri kurang mengetahui perkembangan
dalam masyarakat sekitar. Untuk memenuhi kebutuhan makan dan sebutuhan sehari-hari
lainnya, santri dapat memperolehnya di kantin-kantin di lingkungan pondok pesantren yang dikelola oleh pengurus dan melibatkan
masyarakat sekitar.Dari masyarakat yang mengelola kantin dan toko tersebutlah
para santri memperoleh informasi-informasi aktual yang terjadi di luar pondok pesantren.
Pada umumnya pondok pesantren
tradisional membuat peraturan yang melarang santri putri menerima tamu
laki-laki yang bukan muhrimnya, dan tamu laki-laki muhrim dilarang masuk ke
kamar santri putri untuk menghindari fitnah. Bila santri putri akan keluar pondok
pesantren untuk suatu keperluan, maka harus ada ijin dari pengurus pondok pesantren.
Jadi santri putri hanya bisa keluar pondok pesantren bila pulang kerumah.
B.
Hubungan Sosial Di Lingkungan Pondok
Pesantren Modern.
Pola hubungan sosial dan
komukasi di lingkungan pondok pesantren modern ada dua macam yaitu pola
hubungan yang memberikan ruang kepada para santrinya untuk berinteraksi soaial
dan berkomunikasi secara proporsional dan pola hubungan yang membatasi ruang
komunikasi para santrinya.
Pondok Pesantren Addainuriyah
2 Semarang, Al-Amien Demak, Pondok Pesantren Al Hikmah Benda Sirampog Brebes,
dapat diketegorikan sebagai Pondok Pesantren yang mempunyai pola hubungan
sosial dan komunikasi yang terbuka di dalam dan di luar komunitas pesantren.
Pondok-pondok pesantren yang menerapkan pola hubungan sosial dan
komunikasi yang lebih tertutup dapat dilihat pada Pondok Pesantren Al-Irsyad
Syari’ah & Thoriqoh An Naqsyabandiyyah Rembang, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an
(PTYQ) Kudus dan Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu Kendal. Pola-pola hubungan
sosial dan komunikasi di pondok pesantren Modern ini juga mempunyai ciri dan
kekhasan tersendiri.
1.
Hubungan Sosial Antara Santri Putri
Dengan Kyai, Keluarga Kyai Dan Nyai.
Pada Pondok Pesantren
Addainuriyah 2 hubungan antara santri putri dengan Kyai sangat baik, artinya
Kyai sangat terbuka dan memberikan kesempatan kepada para santrinya untuk
berkomunikasi, sejauh beliau mempunyai waktu dan berada di pondok pesantren .
Bahkan menurut Hj. Umaeroh atau ibu Nyai , santri putri lebih senang
mencurahkan isi hatinya (curhat) atau berkonsultasi masalah pribadi dengan Kyai dibandingkan dengan ibu Nyai
karena mungkin lebih bebas dan Kyai dapat lebih bisa memahami perasaan mereka.
Untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapi para santri putri, Kyai juga
berusaha mencari solusi dengan melakukan sholat istikharah.
Walaupun Kyai dan Nyai
memberikan keleluasaan bagi para santrinya untuk berkomunikasi dengan beliau,
tetapi ada santri yang enggan untuk berkomunikasi dengan beliau kalau tidak
terpaksa atau ada masalah yang penting. Hal ini diungkapkan oleh beberapa
santri Pondok Pesantren Addainuriyah 2 yaitu Aida Sumayirrah, Beti Ratnasari,
Siti Aminah Rohmatul Aulia, Nur Iva Syarifah, Chotimatun. Keengganan para
santri putri untuk bertemu dan berkomunikasi dengan Kyai karena menurut mereka
Kyai mempunyai kelebihan yaitu bisa melihat/ membaca masalah yang sedang
dihadapi seseorang tanpa orang tersebut menyebutkan masalah yang dihadapainya.
Suatu pengalaman diungkapkan oleh seorang santri putri yaitu Solkhah Mufrikhah,
yang pernah menghadapi masalah berat. Suatu saat dia lewat di depan “dalem” (rumah Kyai) dan kebetulan saat
itu Kyai sedang duduk diteras depan dalem. Kyai memanggilnya dan meminta dia
membantu ibu Nyai untuk merebus kentang, padahal saat itu banyak santri putri
di sana, tetapi dialah yang dipanggil oleh Kyai. Sambil merebus kentang Kyai
dan ibu Nyai mengajaknya berbicara dan memberi nasihat bahwa masalah yang
dihadapi harus diselesaikan dengan tenang dan santai. Nasihat Kyai dan Nyai
sangat menyentuh perasaan Solkhah dan sangat menentramkan sehingga hal tersebut
menjadi pengalaman yang mengesankan.
Hubungan dan komunikasi antara
santri putri dengan keluarga Kyai
(putra-putri Kyai) juga cukup baik, terutama dengan putri Kyai, yang
juga menjadi ustadzah. Hubungan dan komunikasi antara santri putri dengan Kyai
dan keluarganya walaupun diberi keleluasaan tetapi harus tetap memperhatikan
tata krama, sopan santun dan atas dasar rasa hormat.
Kyai juga sangat terbuka dalam
menginformasikan serta mengkomunikasikan
manajemen pondok pesantren terutama yang berkaitan dengan keuangan. Laporan
Keuangan selalu ditempel setiap saat agar santri mengetahui sumber dana dan
penggunaannya secara terbuka .
Hubungan sosial dan komunikasi
yang terbuka dan moderat ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan
Kyai, yang selain memperoleh pendidikan
pondok pesantren, beliau juga menempuh pendidikan umum formal , sehingga pola hubungan sosial di pondok pesantren
disesuaikan dengan tuntutan jaman sejauh itu tidak melanggar kaidah agama.
Pondok pesantren modern yang
lain, yang juga menerapkan pola komunikasi secara terbuka adalah Pondok
Pesantren Al-Amien Demak. Pola hubungan sosial dan komunikasi antara santri
putri dan Kyai terjadi pada saat Kyai mengajar. Kalau ada waktu setiap saat Santri
putri dapat bertemu Kyai. Kyai sangat
terbuka menerima para santri putri yang akan berkomunikasi. Tentu saja hubungan
dan komunikasi ini harus dalam batas kewajaran dan kesopanan untuk menjaga kehormatan Kyai dan agar para
santri putri tidak bertindak di luar
batas kesopanan.
Selain dua pondok pesantren
tersebut diatas, ada lagi pondok pesanren yang menerapkan pola hubungan sosial
dan komunikasi yang terbuka, yaitu Pondok Pesantren Al-Hikmah Benda Sirampog Brebes. Di pondok pesantren ini para
santri putri dapat melakukan komunikasi atau konsultasi dengan Kyai dengan
suatu syarat yaitu komunikasi harus dilakukan di tempat terbuka dan membawa
teman agar terhindar dari ftnah.
Sebenarnya para santri putri sudah mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga
Kyai karena para santri putri yang belajar tanpa bekal (sangu) secara sukarela
dan atas kemauan sendiri setiap hari membantu Ibu Nyai dalam mengurus rumah
tangganya seperti memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, mengasuh anak
dan sebagainya. Bantuan yang diberikan para santri putri kepada keluarga Kyai
ini merupakan suatu kebanggaan bagi para santri putri, karena mereka telah
mengabdi dan pengabdian ini merupakan bentuk dari rasa hormat mereka kepada
Kyai dan keluarganya. Menurut KH .M.
Masturi Mughni, walaupun Kyai sangat terbuka dalam berkomunikasi, tetapi para
santri putri masih banyak yang enggan melakukan konsultasi dengan Kyai. Yang seringkali berhubungan dan berkomunikasi
dengan Kyai adalah para pengurus. Perlu diketahui bahwa setelah Nyai atau istri Kyai Masruri Mughni meninggal pada
tahun 1996, Kyai Masruri Mughni menikahi seorang santrinya yang bernama Fanti
Widia. Proses pengambilan keputusan untuk menikahi santrinya ini berdasarkan
mimpi dan sholat istikharah para Kyai sepuh di lingkungan pondok Pesantren.
Hubungan antara santri putri dengan putra-putra Kyai diupayakan tidak terlalu
dekat atau dihindarkan hubungan yang menjurus ke hubungan cinta, karena
biasanya kalau santri putri mendapat perhatian dari putra Kyai, mereka
cenderung bersikap manja.
Pada Pondok Pesantren
Al-Irsyad Syari’ah & Thoriqoh An Naqsyabandiyyah Rembang, Pondok Tahfidh
Yanbu’ul Qur’an (PTYQ) Kudus dan Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu Kendal,
hubungan sosial dan komunikasi antara santri putri dengan Kyai jarang bisa
dilakukan. Bahkan di Pondok Pesantren
Al-Irsyad dan Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an (PTYQ) Kudus, Kyai ketika
mengajar mengaji tidak mau berhadapan langsung dengan santri putri, sehingga
harus ditutup kain/tabir. Jadi yang terdengar hanya suara Kyai tanpa bisa
saling melihat wajah. Komunikasi dengan Kyai hanya kalau mau minta ijin pulang
ke rumah. Demikian juga hubungan dan komunikasi dengan keluarga Kyai sangat
jarang dilakukan.
Di Pondok Pesantren
Al-Fadlilah Kaliwungu Kendal, ada hal yang unik , yaitu walaupun santri jarang
berkomunikasi secara pribadi dengan Kyai, tetapi ada kebiasaan dan keteladanan
Kyai yang diikuti oleh para santri. Sikap “tak’dim” yang demikian ini menjadi
kebiasaan santri, contohnya yaitu santri yang lebih muda harus menundukkan
kepala bila berjalan dan berpapasan dengan santri atau orang yang lebih tua
.Sikap “tak’dim “ terhadap Kyai juga
diperlihatkan santri dengan mengikuti kebiasaan Kyai yaitu tidak memakai sandal/alas kaki bila
bepergian. Selain sebagai bentuk rasa
tak’dim terhadap Kyai, kebiasaan tidak memakai alas kaki ini karena
alasan kesehatan dan cermin dari kesederhanaan. Karena kebiasaan tidak memakai alas kaki diikuti oleh seluruh
santri dan berlanjut sampai saat ini, maka hal tersebut menjadi ciri khas atau keistimewaan dari Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu
Kendal.
2. Hubungan Sosial dan Komunikasi Antara Santri Putri Dengan Santri Putra.
Pada pondok pesantren yang
pola hubungan sosial dan komunikasinya terbuka seperti Pondok Pesantren
Addainuriyah 2 Semarang, hubungan sosial dan komunikasi antara santri putri dan
santri putra hubungannya terbatas,
artinya santri putri dapat berhubungan dan berkomunikasi dengan santri putra
sebatas pada hubungan yang ada kaitannya dengan tugas pondok pesantren. Dalam
kegiatan rutin di Pondok Pesantren Addainuriyah seperti sholat jama’ah dan
pengajian-pengajian santri putra dan santri putri dapat bertemu karena
tempatnya tidak dipisah.
Berbeda halnya dengan Pondok Pesantren Al
Hikmah Benda Sirampog Brebes yang menerapkan pembelajaran di SMP dan SMU dengan
menyatukan santri putra dan santri putri.
KH Masturi Mughni menuturkan
bahwa Pondok Pesantren Putri Al Hikmah menerapkan peraturan yang lebih longgar
dibandingkan dengan pondok pesantren Salafiyah yang lain. Di Pondok Pesantren
Al Hikmah santri putri bisa lebih sering bertemu dengan santri putra, baik
dalam kegiatan sholat jama’ah maupun dalam kegiatan-kegiatan lain. Menurut beliau,
kalau santri putri dikekang dan dibatasi ruang pergaulannya dengan
peraturan-peraturan yang ketat, maka akan membuat santri putri semakin nakal,
susah diatur dan akan mencari-cari kesempatan untuk bertemu dengan santri
putra. Walaupun santri putri dapat bertemu dengan santri putra, mereka tetap
diawasi oleh pengurus dan hanya boleh bertemu di tempat-tempat umum/terbuka
untuk menghindari perbuatan-perbuatan tercela. Kadang-kadang juga terjadi
hubungan cinta antara santri putra dan santri putri yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi yaitu dengan saling berkirim surat melalui temannya (kurir),
tetapi tidak sampai menjurus pada perbuatan-perbuatan tercela. Walaupun jumlah santri yang saling berpacaran
ini kecil, tetapi pernah dilakukan sanksi
untuk memulangkan santri kepada orang tuanya karena kasus pacaran.
Pondok Pesantren Al-Amien
Demak memisahkan tempat pondokan dan tempat belajar bagi santri putra dan
santri putri, tetapi dalam kegiatan pengajian tidak ada pemisahan, sehingga
kemungkinan untuk bertemu dan berkomunikasi sangat terbuka. Walaupun demikian
komunikasi antara santri putra dan santri putri sangat terbatas dan hanya untuk
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan pondok pesantren.
Di pondok-pondok pesantren
yang pola hubungan sosial dan komunikasinya tertutup seperti Pondok Pesantren
Al-Irsyad Syari’ah & Thoriqoh An Naqsyabandiyyah Rembang, Pondok Tahfidh
Yanbu’ul Qur’an (PTYQ) Kudus dan Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu
Kendal komunikasi antara santri putri
dan santri putra sulit dilakukan kecuali pada acara imtihan (akhirul sanah). Walaupun demikian ada beberapa kasus yaitu
terjadi percintaan antara santri putra dan santri putri yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi atau ketika mereka berada di luar Pondok Pesantren.
Percintaan antara santri putra dan santri putri di lingkungan pondok pesantren
akan mendapat sanksi mulai dari teguran,
wajib membaca Qur’an beberapa juz, membersihkan kamar mandi, digunduli sampai
dipulangkan ke orang tua.
Khusus santri yang sudah menjadi
ustadz/ustadzah lebih leluasa berkomunikasi, terutama untuk masalah-masalah yang
berkaitan dengan kepentingan pondok pesantren.
3.
Hubungan Sosial dan Komunikasi Antara
Santri Putri Dengan Ustadz/Ustadzah.
Untuk pondok pesantren yang
menerapkan pola hubungan sosial yang terbuka serta pondok pesantren yang
menerapkan pola hubungan sosial dan komunikasi tertutup, hubungan sosial dan
komunikasi antara santri putri dan ustadz pada dasarnya hampir sama yaitu
hubungan yang terbatas pada masalah pembelajaran dan kegiatan yang terkait
dengan pondok pesantren.
Ustadz mempunyai wewenang untuk mengajar
santri putra maupun santri putri. Hal ini berbeda dengan Ustadzah yang tidak diperkenankan mengajar santri putra.
Pada umumnya beberapa putra
dan putri Kyai juga menjadi ustadz dan ustadzah di pondok pesantren tersebut.
Hubungan antara santri putri dengan ustadz/ustadzah putra/putri Kyai ini baik
dan harus menjaga tata kesopanan untuk menjaga citra diri mereka dihadapan para
santri yang lain. Mereka berusaha untuk tidak menjalin hubungan khusus atau
hubungan cinta dengan para santrinya
Ada keunikan di Pondok
Pesantren Al-Amien yaitu semua pengajar di sana adalah ustadz
(laki-laki), tidak ada usradzah. Dengan demikian hubungan para santri putri
dengan ustadz hanya sebatas hubungan guru-murid, sebatas hubungan di lingkungan
madrasah dan hanya untuk membahas mata pelajaran saja.
Hubungan antara ustadz yang
masih berstatus sebagai santri dengan ustadzah yang juga masih berstatus santri
lebih leluasa dan enak karena mereka juga berstatus teman. Walaupun demikiaan
mereka harus tetap menjaga tata kesopanan agar citra dan kehormatan mereka
sebagai Ustadz dan ustadzah tetap terjaga.
4.
Hubungan Sosial Dan Komunikasi Antara
Sesama Santri Putri.
Hubungan sosial dan komunikasi
antara sesama santri putri di pondok-pondok pesantren yang pola hubungan sosial
dan komunikasinya terbuka maupun tertutup pada dasarnya sama, yaitu seperti
hubungan keluarga. Secara umum pengurus
pondok pesantren menempatkan para santri putrinya pada kamar-kamar secara acak,
tidak dibagi menurut daerah asalnya dan umur santri. Hal ini bertujuan agar para santri putri
cepat beradaptasi dengan lingkungan dan suasana pondok pesantren. Santri senior berkewajiban membimbing dan
mengarahkan serta mengawasi santri yunior. Bila ada masalah yang menimpa santri
putri lainnya, diharapkan santri-santri senior membantu memecahkan dan
menyelesaikan masalah tersebut
Khusus pada Pondok Pesantren
Addainuriyah 2 Semarang, karena santrinya terdiri dari pelajar SLTP, SMU, mahasiswa
dan sarjana, maka sistim pengelompokan asrama atau pondok dibedakan antara
komplek untuk pelajar (khusus pelajar SMU dan SLTP), komplek mahasiswa dan
santri yang sudah bekerja , komplek bahasa (khusus untuk santri yang intensif
mempelajari bahasa) serta komplek calon hafidz Qur’an (menghafal Al-Qur’an).
Hal ini dilakukan agar masing-masing santri tidak terganggu dengan aktivitas
santri yang sangat beragam tingkat pendidikan formalnya. Walaupun demikian
hubungan antar santri ini tidak berkurang kualitasnya sebab hubungan antar
santri ini tentu mempunyai kualitas yang lebih baik karena arahan dan bimbingan
santri senior pada santri yunior berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan dan
pemikiran yang matang dan rasional. Di beberapa pondok pesantren dapat dilihat
bahwa kebiasann bergaul dengan santri-santri senior menimbulkan dampak positif
pada santri yonior, yaitu bahwa mereka terbiasa mengemukakan pendapat dengan sistimatis,
tegas, berani, dan mereka mempunyai
pemikiran-pemikiran yang matang dibandingkan usia mereka yang masih belasan
tahun.
Pada Pondok Pesantren Al Hikmah Benda Sirampog Brebes, pembagian
dan penempatan santri putri di asrama diacak dan tidak berdasarkan asal daerah
mereka. Hal ini bertujuan agar para sanri putri cepat beradaptasi dan menyesuaikan
diri dengan teman-temannya yang berasal dari berbagai daerah, berbagai
lingkungan budaya dan berbagai latar belakang soaial ekonomi. Hal ini terbukti dengan terciptanya
keakraba di antara para santri putri, tanpa melihat perbedaan budaya, tingkat
sosial, dan tingkat pendidikan yang sedang ditempuh.
Pondok Pesantren Al-Irsyad
Rembang menempatkan santri putri pada asrama atau pondok bukan berdasarkan
daerah asal tetapi berdasarkan jenis pendidikan yang diikuti. Hal ini
menyebabkan hubungan antara sesama santri putri kurang akrab karena mereka
hanya bertemu dan berhubungan secara intensif dengan santri-santri yang jenis
pendidikannya sama.
5. Hubungan Sosial dan Komunikasi Antara Santri
Putri Dengan Masyarakat sekitar Pondok Pesantren Modern.
Pada pondok pesantren modern
baik yang menerapkan pola hubungan
sosial dan komunikasi terbuka maupun tertutup, ada suatu kebijakan yang memperbolehkan
atau melarang para santrinya untuk belajar di luar pondok pesantren. Kebijakan
ini tentu sangat mempengaruhi pola hubungan sosial dan komunikasi antara santri
putri yang mondok di pondok pesantren dengan masyarakat di luar pondok pesantren.
Pondok Pesantren Addainuriyah
2 menerapkan kebijakan untuk para santrinya, baik santri putra maupun santri
putri diperbolehkan menempuh pendidikan
di luar pondok pesantren. Para santri ini belajar agama dan pengetahuan Islam
di pondok pesantren pada hari Senin malam sampai Jum’at malam. Kebebasan untuk
menempuh pendidikan di luar pondok pesantren ini tentu akan membuat hubungan
santri dengan masyarakat luas di luar pondok pesantren semakin intensif. Mereka
dapat berinteraksi dengan guru, teman sekolah, dosen , masyarakat dari berbagai
lingkungan, tingkat sosial dan lain sebagainya. Selain itu mereka juga mendapat
kesempatan untuk tetap melakukan aktivitas-aktivitas di luar pondok pesantren yang tentu saja akan
semakin memperluas wawasan mereka.
Menurut KH Dzikron Abdullah, kebijakan dan peraturan yang dibuat untuk para santri ini,
berdasarkan pada pemikiran bahwa dewasa ini sangat sulit untuk mendidik
seseorang di bidang agama dan sekaligus dapat membekali dengan
pengetahuan yang mereka minati. Oleh karena itu kemudian ada pemikiran untuk
membangun Pondok Pesantren yang memberikan kebebasan kepada para santri untuk
memperoleh pendidikan di luar Pondok Pesantren dan sekaligus mereka mempunyai
bekal pendidikan agama yang memadai.
Santri putri yang mondok di
Pondok Pesantren Addainuriyah mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk
bergaul dengan teman-teman sebayanya di luar pondok pesantren, sehingga ada
kemungkinan mereka menjalin hubungan cinta dengan pemuda/pemudi di luar pondok
pesantren. Beberapa orang santri putri dari Pondok Pesantren Addainuriyah
bahkan telah menikah dan tetap berstatus sebagai santri di pondok pesantren
tersebut. Pondok Pesantren Addainuriyah memperbolehkan santrinya menikah dan tetap
berstatus sebagai santri. Santri putri
yang menikah ini belajar di pondok pesantren dengan berbagai alasan, yaitu
seperti suami sedang bertugas ke luar kota dalam jangka waktu yang cukup lama
dan lain sebagainya. Biasanya yang mondok ini juga belum dikaruniai putra. Salah seorang santri putri yaitu Aida
Sumayirrah yang sudah berstatus ustadzah, menikah dalam usia muda yaitu ketika
berusia 22 tahun dengan alasan bahwa dia sudah mantap menetapkan pilihan pada
suaminya. Selain itu juga untuk menghindari fitnah dan perbuatan tercela. Saat
ini suaminya juga berstatus sebagai
santri di Pondok Pesantren Wachid Hasyim
dan sebagai mahasiswa. Hampir setiap hari mereka bertemu karena Aida Sumayirrah dan suaminya kuliah di Perguruan Tinggai Wachid Hasyim.
Walaupun demikian mereka belum melakukan “MP” (Malam Pertama/hubungan sex)
karena mereka berkomitmen untuk tidak mempunyai anak terlebih dahulu sebelum
mereka selesai kuliah. Dalam kesehariannya mereka layaknya orang yang sedang
pacaran tetapi sudah resmi sebagai suami-istri. Hal demikian ini sudah menjadi
cita-cita mereka berdua sejak lama yaitu untuk menerapkan konsep berpacaran
yang tidak melanggar aturan agama. Untuk lingkungan Pondok Pesantren
Addainuriyah hal ini sudah diketahui dan dipahami serta sudah mendapat ijin
dari Kyai. Sebagai suami-istri mereka selalu mendiskusikan masalah-masalah
pribadi dan masalah keluarga yang mereka hadapi.
Untuk santri-santri putri
Pondok Pesantren Addainuriyah yang lain, yang berstatus mahasiswa lebih beragam
aktivitasnya di lingkungan masyarakat, seperti ikut berpartisipasi aktif dalam
pengajian-pengajian di luar lingkungan pondok pesantren, khususnya pengajian
untuk ibu-ibu dan remaja putri, kegiatan sosial masyarakat, aktivitas-aktivitas
lain yang diadakan di kampus mereka
masing-masing dan lain sebagainya, sebatas
aktivitas tersebut tidak dilakukan pada malam hari. Kalaupun mereka terpaksa harus mengikuti
aktivitas-aktivitas tersebut pada malam hari harus ada ijin dari Kyai atau
pengurus pondok pesantren. Aktivitas yang sangat beragam, yang dilakukan santri
putri di luar pondok pesantren menyebabkan santri tidak terisolir dari
lingkungan masyarakat luas dan mereka dapat lebih merasakan dan memahami
masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Pemahaman terhadap
masalah-masalah sosial ini diharapkan dapat melatih santri untuk mencari
jalan/upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial tersebut. Sebagai
contoh, seorang santri putri sekaligus ustadzah Pondok Pesantren Addainuriyah
yaitu Inayah Karyati, mencoba turut memecahkan persoalan masyarakat yang
berkaitan dengan pergaulan bebas di antara remaja kota dengan jalan membuat
suatu tulisan yang dimuat di surat kabar dan majalah. Tulisan yang
mengungkapkan pandangan-pandangannya tentang pergaulan remaja yang sehat dalam
pandangan agama, diharapkan dapat menjadi suatu masukan atau dapat menambah
wacana para remaja kota dalam bergaulannya. Selain itu dia yang belajar ilmu
sastra juga berharap dapat mengembangkan diri menjadi penulis satra dengan
latar belakang agama/sufi . Dengan karya dan tulisannya Karyati berharap dapat
berkomunikasi lebih luas dengan masyarakat.
Salah seorang putri Kyai
Dzikron Abdullah yang menjadi ustadzah di Pondok Pesntren Addainuriyah, Naili
Anafah mengatakan bahwa, ilmu yang diperoleh dari bangku kuliah di bidang hukum
dan dari aktivitasnya di dalam masyarakat , sangat berguna untuk menambah
materi mengajar di Pondok Pesantren. Ilmu yang diajarkannya di pondok pesantren
selalu dikatkan dengan peristiwa dan masalah-masalah aktual yang sedang terjadi
di masyarakat.
Berbeda dengan Pondok
Pesantren Addainuriyah yang memberi kesempatan kepada para santri putrinya
untuk berhubungan dan berkomunikasi
dengan masyarakat di luar Pondok Pesantren, Pondok Pesantren Al Hikmah Benda Sirampog Brebes tidak
mengijinkan para santri putrinya melakukan hubungan dan komunikasi dengan
masyarakat sekitara pondok pesantren. Walaupun demikian sebenarnya keberadaan
pondok pesantren sangat menguntungkan masyarakat karena masyarakat dapat
memperoleh tambahan penghasilan dari hasil berjualan barang-barang kebutuhan
sehari-hari yang dibutuhkan oleh para santri. Selain itu masyarakat sekitar
pondok pesantren juga banyak yang mengajar, baik sebagai ustadz/ustadzah di
sekolah formal maupun di lingkungan pondok pesantren..
Santri putri di Pondok
Pesantren Al Amien diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan di luar pondok pesanatren
2 hari dalam satu minggu, yaitu pada hari Selasa dan Jum’at. Pada hari itu
santri bebas ke luar pondok pesantren sampai pukul empat sore. Mereka
memanfaatkan waktu bebas tersebut untuk berbelanja ke pasar, bertemu keluarga
atau teman-temannya. Mereka juga diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan
ektra kurikuler sekolah seperti camping, olah raga, kesenian , dan lain
sebagainya, dengan syarat harus ada surat pemberitahuan dari sekolah dan surat
ijin. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk melatih santri disiplin yaitu pada
hari-hari tertentu mereka harus tertib belajar di pondok pesantren dan tidak
boleh keluar, tetapi pada hari-hari bebas mereka harus memanfaatkan waktu
tersebut sebaik-baiknya. Kebijakan pondok pesantren ini membawa dampak pada
hubungan santri dengan masyarakat di luar pondok pesantren, yaitu bahwa masyarakat
mendapat keuntungan ekonomi dari berjualan kebutuhan santri yang berbelanja pada waktu-waktu bebas .
Selain itu masyarakat juga dapat melakukan pengawasan sosial terhadap santri
yang melakukan pelanggaran seperti berpacaran dan perilaku tidak-pantas
lainnya.
Dari uraian tentang hubungan
sosial dan komunikasi antara santri putri dengan Kyai, Nyai dan keluarga Kyai,
ustad/ustadzah, santri putra dan sesama santri
putri serta masyarakat sekitar pondok pesantren, maka dapat disimpulkan
bahwa masing-masing pondok pesantren mempunyai keunikan dan ciri khas sendiri
yang mencerminkan karakter Kyai sebagai pendiri dan pengasuhnya.
Pola hubungan sosial dan
komunikasi antar individu di dalam komunitas pondok pesantren sangat
dipengaruhi oleh orientasi pemikiran yang menjadi tujuan awal para pendirinya
.Orientasi pemikiran yang mendasari pendirian pondok pesantren dapat kita lihat
pada sifat pondok pesantren yang masuk pada kategori sebagai pondok salaf, pondok tharikah, pondok
modern atau gabungan dari keriganya. Selanjutnya perubahan-perubahan pemikiran
para Kyai, baik Kyai sebagai penerus atau pewaris dari Kyai pendahulunya,
maupun Kyai perintis pondok pesantren , menunjukkan pola hubungan sosial yang
sudah berubah menjadi lebih terbuka, dinamis
dan moderat.
Latar belakang pendidikan para
Kyai pengasuh pondok pesantren sangat
mempengaruhi pola hubungan sosial dan komunikasi di lingkungan pondok
pesantren. Beberapa Kyai berpendapat bahwa pola hubungan sosial yang terbuka
tetapi dalam batas-batas kesopanan, menjadi suatu tuntutan untuk membentuk
pondok pesantren yang dinamis, sesuai dengan tuntutan jaman.
MOTIVASI SANTRI PUTRI BELAJAR
DI PONDOK PESANTREN
Santri putri mempunyai
berbagai macam tujuan dan motivasi untuk belajar di pondok pesantren. Motivasi
para santri putri ini juga akan menentukan jenis pondok pesantren yang mereka
pilih. Motivasi para satri putri ini ada kaitannya dengan faktor yang menjadi
daya tarik pondok pesantren, sehingga para santri tertarik untuk belajar di
sana. Setiap pondok pesantren mempunyai daya tarik masing-masing yaitu seperti
kharisma dan ilmu yang dimiliki kyai, materi pelajaran yang diberikan, metode
pengajaran dan peraturan yang diterapkan, lokasi pondok pesantren yang
strategis dan lain sebagainya.
Secara
umum ada perbedaan dan persamaan motivasi antara santri putri yang belajar di
pondok pesantren yang masih bersifat tradisional dan hanya mengajarkan salaf
saja serta menerapkan peraturan yang ketat, dengan santri putri yang belajar di
pondok pesantren yang lebih modern yang peraturannya lebih lebih longgar.
Santri putri yang belajar beberapa
pondok pesantren yang diteliti mempunyai tujuan dan motivasi yang beragam yaitu
seperti :
-
Mempelajari Al-Qur’an secara lebih mendalam dan dapat
hafidh Al Qur’an serta dapat mengamalkan ilmu agama secara benar. Santri putri
berpandangan bahwa untuk medalami Al-Qur’an serta menjadi wanita sholekhah
tempat yang paling cocok untuk belajar adalah pondok pesantren, karena
kehidupan santri putri akan terjaga lahir dan batin. Keinginan sebagian santri
putri mempelajari Al Qur’an secara mendalam juga dipicu oleh keberagaman dalam beragama di dalam
lingkungan masyarakat yang kadang-kadang
sangat membingungkan. Di dalam Islam sendiri juga muncul berbagai macam aliran
dan ideologi. Untuk memahami keberagaman agama tersebut perlu mempelajari agam
Islam secara mendalam di bawah bimbingan Kyai yang mumpuni.
Motivasi ini dapat kita lihat
pada sebagian santri putri Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, Pondok Pesantren
Al-Fadlilah Kaliwungu – Kendal, Pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban, Pondok
Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, Pondok Pesantren Al Amien, Pondok Pesantren Al
Hikmah Brebes, Pondok Pesantren
Addainuriyah 2 Semarang.
-
Mempelajari
Al-Qur’an dan sekaligus dapat mempelajari ilmu-ilmu umum di lembaga pendidikan
di luar pondok pesantren. Pondok pesantren modern yang memberi kesempatan para
santrinya untuk belajar di luar pondok pesantren menarik minat para santri dari
kalangan pelajar dari sekolah-sekolah umum dan mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi. Peraturan pada pondok-pondok pesantren modern yang tidak terlalu ketat, menjadi daya tarik
untuk belajar di pondok pesantren tersebut, karena santri dapat belajar dan
kuliah di sekolah-sekolah umum dan perguruan tinggi pada pagi hari dan belajar
ilmu agama pada sore sampai malam hari.Walaupun peraturan pondok pesantren
tidak terlalu ketat, tetapi ada tata tertib yang setidaknya dapat menjaga dan
menghindarkan santri putri dari pengaruh buruk pergaulan bebas sehingga santri
putri yang mondok selain mendapatkan ilmu agama juga terjaga keamanan dirinya dari pengaruh pergaulan
bebas. Selain itu suasana pondok pesantren yang religius menyebabkan santri
putri bisa lebih berkonsentrasi dalam belajar agama dan ilmu umum lainnya.
Motivasi yang demikian ini tampak pada santri putri yang belajar di pondok
pesantren Addainuriyah 2 Semarang, Pondok Pesantren Al Amien Demak, Pondok
Pesantren Al-Irsyad Rembang, Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes.
-
Memenuhi
keinginan dan dorongan orang tua. Beberapa santri putri tertarik mondok di
pondok pesantren karena orang tua atau nenek mereka pernah mondok dan mempunyai
kesan yang baik terhadap pondok pesantren tersebut. Selain itu dorongan orang
tua agar putrinya belajar di pondok pesantren adalah karena keinginan agar
putrinya belajar ilmu agama secara mendalam serta kekhawatiran orang tua
melihat pergaulan remaja yang sangat bebas dan tidak lagi memperhatikan
norma-norma agama. Motivasi ini dapat kita lihat pada sebagian santri putri
yang mondok di Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang dan Pondok Pesantren Al-Fadlilah
Kaliwungu-Kendal, Pondok Pesantren Al
Musjibiyah Tuban, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, Pondok Pesantren
Al Hikmah Brebes, Pondok Pesantren Al Amien Demak.
-
Tertarik
oleh kharisma dan kesederhanaan Kyai.
Kharisma dan ilmu yang dikuasai Kyai dapat menjadi daya tarik para santri untuk
belajar di pondok pesantren . Kyai dianggap sebagai figur yang mempunyai
kelebihan secara spiritual dan dianggap mempunyai kekuatan supranatural. Hal
ini dapat kita lihat pada Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu – Kendal yang
diasuh oleh Kyai H..Dimyati Rois. Kyai H.Dimyati Rois ini di kalangan santri
terkenal karena kesederhanaan dan kedalaman ilmu agama yang dikuasainya.
Kesederhanaan Kyai H.Dimyati Rois tampak pada penampilan keseharian beliau yang
tidak pernah memakai alas kaki. Penampilan beliau yang demikian ini diikuti
oleh para santri yang juga tidak memakai alas kaki .Selain itu dalam mengelola
pertanian milik pondok pesantren Kyai H. Dimyati Rois juga terjun dan memberi
contoh langsung kepada para santri. Motivasi yang demikian ini juga tampak pada
santri putri Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang yang sebagain besar santri putrinya tertarik
belajar di sana karena kesederhanaan dan kharisma Kyai H. Abdul Wahab Chafidz yang mendalami tarekat Naqsyabandiyah
Kholidiyah. Kedalaman pemahaman spiritual Kyai H.Masruri Mughni sebagai
pengasuh Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes, serta pemahamannya tentang kitab-kitab klasik, menjadi motivasi sebagian besar santri putri untuk
belajar dan mengabdi serta mendapatkan berkah dari Kyai dan keluarganya.
-
Belajar
agama di pondok pesantren yang berkualitas, yang usianya cukup tua dan telah
melahirkan banyak kyai sukses. Proses perkembangan pondok pesantren yang cukup
lama telah menghasilkan kyai-kyai yang handal dan sukses di berbagai tempat.
Para kyai alumni pondok pesantren tersebut telah banyak memberi inspirasi dan
memotivasi para santri putri untuk belajar di pondok pesantren. Motivasi yang
demikian ini muncul pada sebagian santri putri yang belajar di pondok pesantren
Al-Fadlilah Kaliwungu-Kendal, Pondok
Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus dan pondok pesantren Al Musjibiyah Tuban.
-
Belajar
hidup mandiri. Para santri putri yang belajar di pondok pesantren terdiri dari
berbagai usia dan tingkat sosial. Mereka menyadari bahwa hidup di lingkungan
pondok pesantren dan terpisah dari keluarga dapat mendorong kemandirian mereka
secara pribadi dan sosial. Pondok pesantren dianggap dapat menjadi sarana untuk
membentuk kemandirian mereka karena mereka dituntut dapat menyelesaikan
masalah-masalah yang mereka hadapai dan mereka juga dituntut dapat beradaptasi
dan bersosialisasi dengan lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan
keluarga mereka.
- Mewujutkan cita-cita untuk menjadi
ustadzah. Cita-cita menjadi ustadzah ini didorong oleh keinginan memperbaiki
perilaku pribadi sesuai dengan tuntunan agama
serta menjadi tauladan bagi masyarakat. Selain itu santri putri
berkeinginan menjadi ustadzah karena melihat keadaan masyarakat yang semakain
longgar dalam menerapkan norma-norma agama. Motivasi yang demikian ini dapat
kita lihat pada santri putri yang mondok di Pondok Pesantren Al-Fadlilah
Kendal, Pondok Pesantren Al Hikmah
Brebes, Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang
METODE BELAJAR DI PONDOK
PESANTREN
Metode
pengajaran di pondok pesantren yang diteliti secara umum hampir sama yaitu menggunakan metode pengajaran tradisional dan metode
pengajaran modern.
Metode pengajaran tradisional yang diterapkan di
berbagai pondok pesantren adalah sebagai berikut :
-
Metode
pengajian bandongan atau wethon yaitu sistim pengajian atau pengajaran kitab
yang diikuti oleh seluruh santri dan diampu oleh seorang Kyai/ustadz/ustadzah.
Kyai/ustadz/ustadzah membaca kitab,
sementara santri/murid mendengarkan dan memberi syakal dan makna gandul.
Setelah diberi makna kemudian Kyai/ustadz/ustadzah memberi penjelasan secara rinci tentang teks
yang dibaca. Metode ini tidak tidak hanya sekedar menerjemahkan bahasa Arab ke
bahasa lain (Jawa) tetapi juga menjelaskan arti bahasa, kedudukan sebuah kata
dalam kalimat, maksud atau penjelasan lain yang lebih luas. Metode pengajian
bandongan ini di Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes dikenal dengan pengajian sentral yang diikuti
oleh seluruh santri dan diadakan di masjid. Metode pengajian bandongan ini juga
diberikan di Pondok Pesantren Putri Al
Musjibiyah Tuban, Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kendal, Pondok Pesantren
Addainuriyah 2 Semarang, Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, dan Pondok Tahfidh
Yanbu’ul Qur’an Kudus
-
Metode
sorogan yaitu metode pengajaran kitab yang diberikan dengan cara santri/ murid membaca
kitab sementara Kyai/ustadz/ustadzah mendengarkan sambil memberikan komentar
atau pembetulan-pembetulan. Sistim sorogan ini biasanya dilaksanakan untuk
menghafal kitab-kitab tertentu. Para santri yang sudah hafal suatu kitab
kemudian menghadap Kyai/ustadz/ustadzah untuk mempresentasikan hafalannya. Metode
pengajian ini diberikan di Pondok Pondok
Pesantren Putri Al Musjibiyah Tuban, Pondok Pesantren Al-Fadlilah
Kendal, Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, dan Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an
Kudus.
-
Metode
nagham yaitu metode pengajaran kitab yang
diberikan dengan cara Kyai/ustadz/ustadzah ”menaghamkan” bacaan, yaitu menuntun
santri dalam melafalkan dan memberi jeda pada setiap kalimat dalam kitab yang
dikaji. Penekanan metode ini adalah pada kemampuan santri untuk memberikan jeda
dan intonasi pelafalan setiap kalimat dalam kiatb kuning sehingga tidak ada
keambiguan makna. Metode ini bertujuan untuk membiasakan santri membaca dan melafalkan
serta memahami isi kitab secara baik dan benar. Metode ini berhubungan erat
dengan metode bandongan karena metode
ini memang diterapkan untuk mendukung metode bandongan. Metode pengajian ini
hanya diterapkan di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 semarang.
-
Metode
lalaran (menghafal) yaitu metode pengajaran kitab dengan cara santri menghafal
kitab-kitab tertentu sesuai dengan tingkatannya. Metode ini dipakai agar santri
tidak hanya memahami pelajaran yang disampaikan tetapi juga hafal pelajaran
tersebut. Dalam metode ini yang menarik adalah ketika para santri menghafalkan
pelajaran sambil bertepuk tanagan sesuai dengan irama dan lagu dari syair-syair
yang ada dalam kitab tersebut. Metode lalaran ini diterapkan pada Pondok
Pesantren Al-Fadlilah Kendal.
-
Metode
musyawarah yaitu diskusi membahas satu kitab. Di Pondok Pesantren AL-Fadlilah
metode musyawarah ini diterapkan dengan cara mendiskusikan kitab dan para
santri dituntut untuk berpendapat sesuai dengan kemampuan masing-masing. Santri yang belajar di tingkat Madrasah
Persiapan (MP) musyawarahnya tingkat MP, santri yang belajar di tingkat Madrasah Tsanawiyah (M.Ts)
musyawarahnya tingkat M.Ts, santri yang belajar di tingkat Madrasah Aliyah (MA)
musyawarahnya tingkat MA. Untuk tingkat Takhasus musyawarahnya tingkat Takhasus yaitu musyawarah untuk
membahas kitab-kitab besar. Musyawarah tingkat Takhasus ini sebagai sarana
untuk meningkatkan mutu pengajar (ustadz). Jika dalam musyawarah ini ada
masalah yang tidak dapat diputuskan (mauquf),
maka diadakan bahtsul masail atau musyawarah kubro yang diadakan setahun dua
kali yaitu pada bulan Maulud dan Rajab.
Di Pondok Pesantren
Addainuriyah 2 Semarang metode musyawarah dilaksanakan pada kelas tertinggi
(ulya). Di pondok pesantren tersebut metode musyawarah dilaksanakan dengan
tujuan untuk mendiskusikan masalah-masalah kekinian dipandang dari sudat agama.
- Metode pengajaran menghafal
Al-Qur’an ada beberapa metode seperti yang diterapkan di Pondok Tanfidh
Yanbu’ul Qur’an Kudus :
·
Metode
musyafahah (face to face/bertatap
muka), yang dapat dilakukan dengan tiga cara :
* Kyai/
ustadz/ustadzah membaca kitab, santri mendengarkan dan sebaliknya
* Kyai/ustadz
/ustadzah menbaca kitab dan santri hanya mendengarkan
* Santri
membaca kitab dan Kyai/ustadz/ustadzah mendengarkan sambil mengoreksi bila ada kesalahan
·
Metode
resitasi yaitu Kyai/ustadz/ustadzah memberi tugas kepada santri untuk
menghafal dengan baik beberapa ayat atau beberapa halaman
Al-Qur’an, kemudian santri membaca hafalan Al-Qur’an tersebut dihadapan
Kyai/ustadz./ustadzah.
·
Metode
takrir yaitu santri mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an dan membacakannya dihadapan Kyai/ustadz/ustadzah
·
Metode
mudarosah yaitu semua santri menghafal Al-Qur’an secarabergantian dan
berurutan, sementara santri yang lain menyimak dan mendengarkan. Dalam
prakteknya metode mudarosah dilakukan dengan tiga cara :
* Metode mudarosah ayatan yaitu santri membaca
satu ayat Al-Qur’an kemudian diteruskan santri yang lain.
* Metode mudarosah pojokan (perhalaman) yaitu
santri membaca satu halaman Al-Qur’an
kemudian dilanjutkan oleh santri yang lain.
* Metode
mudarosah perempatan (seperempat juz) yaitu santri membaca Al-Qur’an seperempat
juz atau sekitar lima halaman, kemudian diteruskan oleh santri yang lain.
Apabila hafalannya lancar, maka dapat dilanjutkan dengan mudarosah setengah juz
dan sebagainya.
Selain
metode pengajaran tradisional pondok-pondok
pesantren tersebut di atas juga sudah menerapkan metode pengajaran
modern yaitu seperti :
-
Metode
pengajaran semi klasikal yaitu metode pengajaran Al-Qur’an yang menggabungkan
metode pengajaran tradisional dengan metode pengajaran di kelas. Untuk mengaji
Al-Qur’an dilakukan secara bersama-sama dibimbing oleh Kyai. Karena santri yang
belajar kemampuan dan latar belakangnya berbeda, yaitu ada yang sudah bisa
membaca dan menulis bahasa Arab dan ada juga santri yang belum bisa, maka
mereka yang belum bisa bahasa Arab ini dikelompokkan dalam satu kelas (kelas
1). Pelajaran bahasa Arab di kelas ini diberikan
dengan menggunakan metode ”utawi iku” , yaitu pelajaran memberikan makna pada setiap
kata dan kalimat bahasa Arab. Metode semi klasikal ini diterapkan pada Pondok
Pesantren Al Amien Demak. Pondok
Pesantren Al Amien masih mencari format dan bentuk pengajaran agama yang cocok,
karena sebagian besar santrinya sekolah
di bawah Yayasan Futuhiyah pada pagi sampai siang hari sehingga belajar
Al-Qur’an hanya dapat dilakukan pada sore, malam dan setelah subuh .
-
Metode
pengajaran klasikal yaitu metode pengajaran yang dilakukan di dalam kelas-kelas
di pondok-pondok pesantren yang
mempunyai sekolah Madrasah Diniyah, Madrasah Ibtidayah, Madrasah Tsanawiyah dan
Madrasah Aliyah. Sekolah-sekolah madrasah ini ada yang menggunakan kurikulum
dari Departemen Agama, Departemen Pendidikan Nasional atau kurikulum yang
disusun sendiri. Metode pengajaran klasikal ini diterapkan di pondok-pondok
pesantren modern seperti Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, Pondok
Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, Pondok Pesantren Al-Musjibiyah Tuban, Pondok
Pesantren Al Hikmah Brebes, Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kendal.
-
Metode
tutorial adalah metode pengajaran yang melibatkan beberapa santri (berkisar
antara 3 – 7 orang ) dengan dibimbing seorang ustadz/ustadzah. Metode tutorial diterapkan dalam pengajaran
Al-Qur’an dan pendalaman kitab. Metode tutorial ini diterapkan di pondok
pesantren Addainuriyah 2 Semarang.
Melalui
metode-metode pengajaran seperti tersebut di atas para santri putri di berbagai
pondok pesantren mempelajari agama Islam dan Al-Qur’an serta ilmu-ilmu lain
yang terkait yaitu seperti Tajwid & Qiro’ati, Tarekh, Akhlaq. Imlak, Fikih,
Nahwu, Hadist, Tartil & Tajwid,
Aswaja, Shorof, Qowaidul Fiqiyah . Selain ilmu-ilmu tersebut, para
santri putri juga mempelajari ilmu-ilmu umum dan mendukung pengajaran di pondok
pesantren , seperti bahasa Arab, bahasa Inggris, ilmu komputer dan sebagainya .
KEGIATAN SANTRI PUTRI
DI PONDOK PESANTREN
Santri
putri di berbagai pondok pesantren yang diteliti mempunyai kegiatan yang padat
yaitu dimulai sebelum sholat subuh (sekitar pukul 03.45 W I B) sampai malam
hari (sekitar pukul 22.00 W I B).
Kegiatan
santri putri yang berada di pondok pesantren yang memberi kesempatan santrinya
belajar di luar pondok pesantren, maupun santri putri di pondok pesantren yang
tidak memberi kesempatan santrinya belajar di luar pondok pesantren, secara
umum hampir sama. Adapun jadwal kegiatan santri putri secara umum di beberapa
pondok pesantren dapat kita lihat sebagai berikut :
-
Pada
pagi hari sekitar pukul 03.45 W I B biasanya santri putri sudah bangun dan pukul
04.00 W I B melakukan persiapan untuk sholat subuh berjama’ah.
-
Setelah
sholat subuh , pada pukul 05.15 – 05.45 W I B pengajian pagi yaitu pengajian
kitab. Di Pondok Pesantren Al-Musjibiyah Tuban dan Pondok Pesantren Al Hikmah
Brebes pengajian pagi dilakukan dengan sistim bandongan/wetonan. Di Pondok
Pesantren Al-Musjibiyah Tuban pengajian pagi dengan sistim bandongan ini
diberikan bagi santri yang duduk di
jenjang Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Bagi santri yang duduk di jenjang
Madrasah Ibtidaiyah mengikuti pengajian qiro’ah bi tartil.
-
Pada
pukul 06.00 W I B para santri
mempersiapkan diri untuk belajar di sekolah formal, baik di luar maupun di dalam lingkungan pondok pesantren. Dengan
demikian pada pagi hari pondok pesantren relatif tidak ada kegiatan. Kegiatan
pembelajaran agama biasaya dimulai pada sore hari, yaitu setelah sholat ashar.
- Pukul 08.00 WIB khusus di Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes
santri yang sekolah sore melakukan
kegiatan ektra kurikuler pesantren
-
Pada
pukul 12.30 – 13.00 W I B santri yang
sudah pulang sekolah atau sedang tidak ada kegiatan, melakukan sholat dhuhur
berjama’ah.
-
Pukul
13.00-15.30 WIB santri boleh melakukan kegiatan bebas, belajar atau
beristirahat.
-
Pukul
14.00 WIB khusus di Pondok Pesantren Al
Hikmah Brebes santri yang sekolah pagi melakukan kegiatan ekstrakurikuler.
-
Pukul
15.30 WIB para santri melakukan shalat
ashar berjama’ah
-
Pada
pukul 16.00 – 17.00 W I B para santri mengaji Al-Qur’an . Pengajian Al-Qur’an
ini di Pondok Pesantren Al-Musjibiyah Tuban dilakukan dengan sistim bandongan.
Pada pesantren yang mengijinkan santrinya belajar/sekolah di luar pesantren
seperti Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, kadang-kadang ada beberapa
santrinya yang diijinkan mengikuti kegiatan ektra kurikuler atau mengikuti les
privat di sekolah, sehingga mereka ini bisa mengikuti kegiatan pesantren
setelah shalat maghrib ( sekitar pukul 17.45 W I B).
-
Pada
pukul 17.45- 18.30 santri melakukan shalat maghrib berjama’ah dan mengaji.
-
Pada
pukul 18.30- 19.00 W I B para santri dapat melakukan kegiatan bebas seperti
istirahat, makan malam atau mengaji. Khusus di Pondok Pesantren Al Hikmah
Brebes santri putri mulai melakukan kegiatan pengajian sorogan (ilmu alat) dan
belajar di Madrasah Diniyah (bagi siswi SMP dan SMA).
-
Pada
pukul 19.00- 19.25 W I B para santri melakukan shalat isya berjama’ah.
-
Pada
pukul 19.30-20.30 W I B para santri mengikuti pelajaran pada Madrasah Diniyah. Madrasah Diniyah mempunyai jenjang-jenjang
yaitu antara lain kelas I’dad, kelas Ula, kelas Wustha dan kelas Ulya. Pukul 19.30 W I B khusus santri
putri di Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes belajar takroruddurus dan pukul
20.30 W I B melakukan shalat isya berjama’ah.
Santri putri di Pondok Pesantren
Addainuriyah yang berminat belajar bahasa Arab dan bahasa Inggris dapat
mempelajari kedua bahasa tersebut setelah selesai belajar di Madrasah Diniyah .
-
Pada
pukul 21.00-21.30 WIB santri putri di
Pondok Pesantren Al-Musjibiyah melanjutkan mengaji kitab dengan sistim
bandongan dilanjutkan dengan kursus bahasa Arab sampai pulul 23.00 WIB. Pada
pukul 21.00 sampai pukul 22.00 W I B khusus santri putri di Pondok Pesantren Al
Hikmah Brebes mengikuti pengajian sentral atau bandongan untuk umum dan
kemudian beristirahat.
Selain kegiatan
umum seperti tersebut di atas santri putri di beberapa pondok pesantren wajib
mengikuti kegiatan ekstra kurikuler
seperti :
-
Qiro’ah
dan Shalawat. Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang kegiatan ini
dilakukan setiap dua minggu sekali yaitu pada hari Sabtu malam mulai pukul
18.30 sampai dengan pukul 19.30 W I B .
Di Pondok Pesantren Al Amien Demak santri putri
melakukan latihan qira’ah setiap Selasa siang Di Pondok Pesantren Al
Musjibiyah Tuban kegiatan sholawat Nabi dilakukan sebulan sekali, sedangkan di
Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus kegiatan shalawat dan barzanji dilakukan
setiap minggu, demikian juga Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang melakukan
pembacaan shalawat Nariyah dan qiro’ah seminggu sekali. Kegiatan ini diikuti
oleh seluruh santri. Pelatihan Qira’ah dan Shalawat ini bertujuan untuk melatih
dan mengembangkan bakat santri di bidang seni baca Al-Qur’an dan Shalawat Nabi.
-
Latihan
khitobah (pidato). Kegiatan ini dilakukan hampir di semua pondok pesantren
seperti Pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban, Pondok Pesantren Addainuriyah 2
Semarang, Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, Pondok Pesnatren Al Amien Demak,
Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes. Di
Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang kegiatan ini dilaksanakan setiap Ahad
(Minggu) malam yaitu sesudah shalat maghrib. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh
santri putri. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih mental dan kemampuan santri
dalam bidang dakwah dan menyampaikan ajaran dan pesan-pesan Islam kepada
masyarakat. Tema-tema yang disampaikan dalam khitobah ini disesuaikan dengan
masalah-masalah aktual yang terjadi dalam masyarakat. Dengan demikian para
santri dituntut berpikir dan bersikap
kritis dalam menyampaikan materi. Melalui latihan pidato ini diharapkan
para santri siap terjum dalam masyarakat dengan bekal kemampuannya.
-
Kegiatan
kesenian. Kegiatan kesenian yang dilakukan dibeberapa pondok pesantren ada
beberapa macam seperti latihan rebana,
qasidah, hadroh/nasyid dan seni khot (kaligrafi) . Di Pondok Pesantren
Addainuriyah 2 Semarang latihan rebana dilakukan setiap ahad sore yaitu mulai
pukuk 16.00 – 17.00 W I B. Dan diikuti oleh santri-santri yang berminat dan
memiliki bakat di bidang seni suara dan seni rebana. Kegiatan ini bertujuan
memfasilitasi santri puti yang mempunyai bakat dan apresiasi seni suara dan
seni rebana. Pondok Pesantren
Addainuriyah 2 Semarang mempunyai group musik rebana yang sering ditampilkan
pada acara-acara di pondok pesantren maupun diundang untuk memeriahkan
acara-acara di luar pondok pesantren.. Di Pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban
latihan hadroh/nasyid dan qasidah rebana dilakukan seminggu sekali dan seni khot
(kaligrafi diadakan sebulan sekali). Di Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes
latihan qasidah dilakukan setiap hari Jum’at. Kegiatan kesenian ini diikuti oleh santri-santri yang berminat terhadap
kesenian tersebut.
-
Tahlilan.
Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang kegiatan tahlil dilaksanakan dua minggu sekali pada hari
Sabtu malam sesudah shalat maghrib. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh santri.
Kegiatan tahlil ini selain bertujuan untuk mendoakan para ahli kubur, juga
bertujuan melatih para santri untuk memimpin suatu majelis dan agar para santri
tidak canggung lagi bila harus tampil memimpin acara-acara keagamaan di
masyarakat. Kegiatan tahlil juga dilaksanakan
setiap minggu di di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus.
-
Dziba’an/barzanji.
Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang kegiatan ini dilaksanakan setelah
acara tahlilan. Kegiatan ini bertujuan untuk menyampaikan shalawat dan memahami
sejarah Nabi Muhammad SAW dalam rangka mengekspresikan cinta kepada
Rasul Allah dan mengharap syafaat dari
Nabi serta melestarikan budaya Islam. Di Pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban acara
-
Olah
raga. Kegiatan olah raga dilakukan oleh hampir semua pondok pesantren. Kegiatan
olah raga di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang , Pondok Pesantren Al
Hikmah Brebes, adalah senam santri yang
dilaksanakan setiap minggu pagi. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga kesehatan
dan kebugaran para santri. Di Pondok Pesantren Al Musjibiyah dilakukan pada
saat madrasah libur.
-
Ekstra
kurikuler bahasa Arab dan bahasa Inggris. Pondok Pesantren Addainuriyah 2
Semarang dan Pondok Pesantren Al Amien Demak memberikan pelajaran ekstra kurikuler
dua bahasa asing tersebut. Bahkan di Pondok Pesantren Al-Amien ada kegiatan
pemberdayaan bahasa Inggris yang diberi nama El Best. Sementara beberapa pondok
pesantren hanya memberikan pelajaran bahasa Arab seperti Pondok Pesantren Al
Musjibiyah Tuban, Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, Pondok Tahfidh Yanbu’ul
Qur’an Kudus. Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang kegiatan ini
dilaksanakan setelah kegiatan belajar di Madrasah Diniyah selesai. Kegiatan ini
diikuti oleh santri yang berminat mengembangkan kemampuan berbahasa asing.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa asing agar
santri mampu merespon segala tantangan
di era globalisasi ini.
-
Pengetahuan
dan praktik komputer. Materi pelajaran
komputer hanya diberikan diberikan di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an
Kudus dan Pondok Pesantren Al-Irsyad
bagi santri yang berminat mempelajari komputer.
-
Kursus
menjahit dan ketrampilan wanita. Kursus menjahit ini diberikan di Pondok
Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus dan Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang untuk
santri putri yang berminat. Kursus menjahit ini diberikan dengan tujuan
memberikan bekal ketrampilan kepada santri putri yang dapat dimanfaatkan ketika
mereka telah terjun ke masyarakat.
Selain kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas para santri juga
ikut aktif mengikuti kegiatan tahunan yang diadakan oleh pondok pesantren
seperti :
-
Muwadda’ah
akhirussanah. Kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki bulan Ramadhan dalam
rangka menuutup semua kegiatan pondok pesantren dan menyambut bulan suci
Ramadhan. Kegiatan ini berisi lomba-lomba yang diikuti oleh santri sebagai
perwakilan kamar. Lomba yang diadakan berupa lomba yang bersifat keilmuan
maupun lomba yang bersifat hiburan. Puncak acara ditutup dengan pengajian
akbar. Kegiatan ini dilaksanakan oleh seluruh pondok pesantren yang dikaji.
-
Khaul.
Kegiatan khaul dilaksanakan setiap tahun sebagai wujud bakti para santri kepada
para pendiri pondok pesantren. Acara khaul ini diikuti juga oleh masyarakat umum sebagai bentuk
penghormatan terhadap jasa-jasa para sesepuh pondok pesantren yang telah
menyiarkan dan mengembangkan agama Islam di daerah sekitarnya. Acara khaul ini
diselenggarakan oleh setiap pondok pesantren yang dikaji. Kegiatan yang
berkaitan dengan perayaan hari-hari besar Islam dan hari Kemerdekaan Indonesia.
Hari-hari besar Islam selalu diperingati di berbagai pondok pesantren dengan
mengadakan pengajian yang melibatkan seluruh santri dan terbuka untuk
masyarakat umum di sekitar pondok pesantren, seperti peringatan tanggal 1 Muharam, maulid Nabi, Isra’-Mi’raj,
Idul Fitri dan sebagainya. Pada bulan Ramadhan biasanya pondok pesantren
mengadakan juga acara khataman Al-Qur’an.
-
Bahstul
Masail (musyawarah kubro) yaitu musyawarah untuk membahas masalah-masalah yang
belum dapat diselesaikan/diputuskan. Di Pondok Pesantren Al Fadlilah
Kendal musyawarah kubro ini
dilaksanakan setahun dua kali yaitu pada bulan Maulud dan Rajab.
-
Karya
wisata/study tour. Kegiatan ini dilaksanakan setahun sekali di beberapa pondok
pesantren seperti Pondok Pesantren Al Amien Demak, Pondok Tahfidh Yanbu’ul
Qur’an Kudus. Karya wisata ini biasanya mengunjungi tempat-tempat bersejarah
yang berkaitan dengean pengembangan agama Islam serta mengunjungi makam wali.
Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan
santri putri di beberapa pondok pesantren
yaitu :
-
Mujahadah
Ihsanillah. Kegiatan ini merupkan kegiatan rutin di Pondok Pesantren
Addainuriyah 2 Semarang yang dilaksanakan setiap Ahad Pon setelah shalat maghrib. Kegiatan ini diikuti
oleh seluruh santri dan terbuka untuk masyarakat umum di sekitar pondok pesantren
maupun dari luar daerah.
-
Pengajian
Jum’at siang untuk ibu-ibu/wanita. Pengajian ini diadakan setiap hari
Jum’at siang setelah shalat Jum’at di
Pondok Pesantren Addainuriyah. Pengajian ini disampaikan oleh Kyai H.Dzikron
Abdullah yang diikuti oleh seluruh
santri putri dan ibu-ibu warga di sekitar lingkungan pondok pesantren.
-
Ziarah.
Kegiatan ziarah dilakukan oleh semua pondok pesantren yang dikaji, kecuali pada
Pondok Pesantren Al-Amien Demak santri putri tidak dianjurkan untuk melakukan
ziarah karena sebagian besar santri yang belajar di sana adalah santri putra.
Kegiatan ziarah dilakukan sebagai wujud bakti santri kepada para sesepuh pondok
pesantren. Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang ziarah dilakukan santri
putri setiap rabu sore, dan di pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban dilakukan
setiap Jum’at pagi .
-
Kegiatan
kemasyarakatan di luar pondok pesantren. Selain kegiatan-kegiatan di dalam
lingkungan pondok pesantren, santri putri juga dituntut aktif dalam kegiatan
yang diadakan dilingkungan masyarakat sebagai bentuk pengabdian kepada
masyarakat. Kegiatan kemasyarakatan ini dapat berupa partisipasi santri dalam
pengajian-pengajian yang diadakan oleh masyarakat sekitar pondok pesantren
serta memenuhi undangan-undangan untuk menjadi Qiro’ah atau menjadi guru di
beberapa Taman Pendidikan Qur’an (TPQ) dan guru privat mengaji. Pondok
pesantren yang giat melaksanakan kegiatan kemasyarakatan ini adalah Pondok
Pesantren Addainuriyah 2 Semarang. Pondok Pesantren Al Musjibiyah melakukan
kegiatan masyarakat dengan mengirimkan santri-santri pilihan untuk mengisi
pengajian di lingkungan masyarakat sekitar setiap Jumat setelah shalat Jum’at.
-
Kerja
Bakti (ro’an). Kegiatan ini dilakukuan di semua pondok pesantren. Jadwal
kegiatan ini di setiap pondok pesantren bervariasi. Ada pondok pesantren yang
melaksanakan kerja bakti seminggu sekali, ada yang melaksanakan setiap dua
minggu sekali atau sebulan sekali. Waktu pelaksanaan nya biasanya pada hari
Jum’at karena hari Jum’at merupakan hari libur untuk kegiatan pondok pesantren.
SANTRI PUTRI SEBAGAI
USTADZAH
Di
pondok-pondok pesantren yang dikaji ada dua macam status santri putri
yaitu santri putri sebagai santri dan santri putri sebagai ustadzah. Santri
putri yang berstatus santri kedudukannya adalah sebagai orang yang belajar ilmu
agama di pondok pesantren. Santri putri yang yang kemudian diberi tugas
mengajar atau diangkat menjadi ustadzah adalah santri dari kelas ulya (kelas
tertinggi di Madrasah Diniyah). Di Beberapa pondok pesantren proses untuk
memilih santri yang akan diberi tugas sebagai ustadzah adalah sebagai berikut :
-
Di
Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang seorang santri yang akan ditugasi
sebagai ustadzah harus mempunyai ilmu
yang mumpuni sesuai dengan materi/bidang yang akan diajarkan. Untuk menjadi seorang
ustadzah yang penting adalah penguasaan ilmu dan pengetahuan agama yang
mendalam dibandingkan dengan pendidikan formal yang tinggi. Di Pondok Pesantren
Addainuriyah pendidikan formal santrinya sangat heterogen yaitu terdiri dari
berbagai macam tingkat dan jenjang pendidikan formal. Santrinya ada yang
berstatus sarjana, mahasiswa, pelajar setingkat
SMU dan SMP. Seorang santri
setingkat SMU dapat saja menjadi ustadzah
karena memiliki kemampuan dan pengetahuan agama yang mendalam sesuai
dengan bidang yang akan diajarkan , dibandingkan dengan seorang mahasiswa yang
pengetahuan agamanya masih belum memenuhi syarat untuk menjadi ustadzah. Pengangkatan
seorang santri menjadi ustadzah diputuskan oleh Kyai setelah mempertimbangkan
pandangan-pandangan para ustad dan ustadzah serta pengurus pondok pesantren
yang lain. Dalam mengambil keputusan-keputusan penting termasuk pengangkatan
ustadzah Kyai Dzikron Abdullah biasanya mendapatkan petunjuk melalui mimpi
setelah beliau melakukan shalat istikharah. Seorang ustadzah harus memiliki
dedikasi dan pengabdian yang tinggi dalam menjalankan tugas karena mereka tidak
digaji.
-
Pondok
Pesantren Al-Fadlilah Kendal menetapkan kriteria untuk menjadi ustadzah adalah
harus lulus dari Madrasah Aliyah dan tahasus. Sebelum menjadi ustadzah seorang santri harus
magang dulu sebagai pengajar dengan
sistim sorogan.. Untuk mengangkat seorang ustadzah pengurus madrasah
mengusulkan nama seorang santri sebagai calon ustadzah kepada pengurus pondok
pesantren. Al-Fadlilah. Kemudian usulan tersebut disampaikan kepada Kyai
H.Dimyati Rois selaku pengasuh pondok pesantren. Keputusan akhir untuk
menentukan seorang santri layak menjadi ustadzah atau tidak, sepenuhnya
merupakan kebijakan Kyai H.Dimyati Rois. Semua pengajar pondok pesantren
Al-Fadlilah adalah santri senior dan putra Kyai. Pengajar di Pondok Pesantren
Al-Fadlilah bekerja secara sukarela, mereka tidak mendapat gaji tetapi mereka
mendapat makan.
-
Di
Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes, syarat-sayarat untuk menjadi seorang ustadzah
adalah santri yang mempunyai akhlakul karimah, berdedikasi tinggi dan mumpuni
dalam bidang akan diajarkan. Selain itu untuk menjadi seorang ustadzah dipilih
dari santri senior atau santri yang sudah duduk pada jenjang tertinggi.
Pengajar di pondok pesantren ini statusnya adalah pegawai pondok pesantren dan
digaji oleh yayasan pondok pesantren.
-
Di
Pondok Pesantren Al-Musjibiyah Tuban , pengangkatan seorang santri menjadi
ustadzah adalah atas musyawarah pengurus pondok pesantren yang kemudian
diusulkan kepada Kyai Ahsan Ghozali. Keputusan pengangkatan seorang ustadzah
sepenuhnya merupakan kebijakan Kyai setelah mempertimbangkan dedikasi, akhlak
dan kemampuan santri terhadap bidang pengajaran yang akan diberikan. Ustadzah
yang mengajar di pondok pesantren Al-Musjibiyah 60% adalah alumni pondok
pesantren tersebut. Sebagai pengajar para ustadzah ini berstatus sebagai
pegawai yang digaji oleh pondok pesantren. Hampir sama dengan sistim
pengangkatan tersebut di atas, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus serta Pondok
Pesnatren Al-Irsyat Rembang juga mengangkat ustadzah dari lingkungan santri
pondok pesantren, selain juga ada ustadzah dari luar pondok pesantren .Para
pengajar ini juga mendapatkan gaji dari pondok pesantren.
-
Di
Pondok Pesantren Al Amien Demak tidak
ada ustadzah karena semua pengajar adalah laki-laki (ustadz).. Semua pengajar
tidak ada yang berasal dari luar pesantren, semuanya besasal dari dalam
lingkungan pesantren. Para pengajar ini bekerja sukarela tanpa dibayar.
Santri
putri yang berstatus sebagai ustadzah di beberapa pondok pesantren ada yang
masih tetap belajar sebagai santri dan ada yang sudah tidak belajar sebagai
santri setelah lulus dari pendidikan formalnya.
Khusus
di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, santri putri yang sekaligus
berstatus ustadzah, mereka masih tetap belajar sebagai santri. Menurut mereka,
belajar agama di pondok pesantren tidak mengenal istilah selesai atau lulus.
Mereka masih dapat mempelajari berbagai ilmu dari Kyai, dari teman-teman sesama santri dan dari
lingkungan di luar pondok pesantren. Di Pondok Pesantren Addainuriyah ada
beberapa santri-ustadzah yang sarjana, tetapi mereka masih menginginkan terus
belajar agama di pondok pesantren tersebut.
Sebagai
ustadzah mereka dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh melalui pendidikan
formal untuk memperkaya wawasan dan pembelajaran di pondok pesantren.. Selain
itu pengetahuan umum dalam berbagai bidang dapat memperkaya dan menghidupkan
diskusi tentang masalah kekinian yang dikaitkan dengan agama.
Untuk
meningkatkan mutu materi pengajaran, para ustadzah juga mengikuti
pelatihan-pelatihan serta mengadakan penataran-penataran bidang studi tertentu
atau mengadakan pengajian-pengajian khusus untuk pengajar seperti yang
dilakukan Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes dan Pondok Pesantren Al Musjibiyah
Tuban.. Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kendal melakukan musyawarah khusus
pengajar atau dengan bahstul masail untuk
meningkatkan mutu pengajarannya. Di dalam musyawarah ini semua pengajar
dianjurkan mengemukakan pendapat atau memberikan tanggapan atas materi yang
menjadi pokok bahasan sehingga terjadi diskusi yang pada akhirnya dapat
menambah wawasan para pengajar. Di Pondok Pesantren Al amien Demak pada
waktu-waktu tertentu ada pertemuan dan diskusi antar pengajar yang tujuannya untuk
meningkatkan dan mengembangkan mutu
pengajaran pondok pesantren. Selain itu setiap pengajar dianjurkan untuk membuat perencaan seperti TIU (Tujuan
Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan Istruksional Khusus) yang diterapkan di
sekolah-sekolah formal.
Santri
putri yang sekaligus sebagai ustadzah mempunyai
peran yang cukup penting karena sebagai santri yang dianggap senior serta
sebagai pengajar mau tidak mau mereka harus menjadi contoh dan panutan
santri-santri yang lain. Kewenangan ustadzah dalam pondok pesantren hanya
sebatas pada masalah pengajaran , kecuali bila ustadzah juga merangkap sebagai
pengurus pondok pesantren. Sebagai ustadzah dan pengurus pondok pesantren mereka
dituntut dapat membantu dan menjadi kepanjangan tangan Kyai dalam mengelola pondok pesantren. Peran aktif santri-ustadzah secara
umum dapat kita lihat pada setiap pertemuan dan musyawarah yang membahas
pengembangan pondok pesantren. Para santri-ustadzah ini banyak memberikan
masukan/saran dan inovasi-inovasi yang mungkin dapat diterapkan untuk
pengembangan pengajaran di pondok pesantren. Selain berperan dalam proses
pembelajaran santri di pondok pesantren, santri-ustadzah juga berperan untuk mengawasi dan membimbing santri putri
dalam belajar dan mengembangkan budi pekerti yang baik.
youtube.in the video industry for video games? - videodl.cc
BalasHapusyoutube.in youtube to mp3 converter online the video industry for video games? - videodl.cc. Best Video Games for Video Game Consoles:.
Casino - Mapyro
BalasHapusPlay the best slots from 20+ casinos in 고양 출장샵 Las Vegas. Make your 구미 출장안마 trip 과천 출장마사지 a winner. Earn bragging 포항 출장샵 rights and try some of the best slots 부산광역 출장안마 from the casino floor.
yl736 louis vuitton outlet ya486
BalasHapus